jump to navigation

Salafi dan Wahabi July 18, 2013

Posted by tintaungu in Tengok.
add a comment

Oleh : H. As’ad Said Ali (Waketum PBNU)

Istilah salafi pada mulanya digunakan oleh beberapa komunitas Sunni. NU menggunakan istilah ini untuk kesetiaan terhadap model ajaran para imam-imam madzab dalam memecahkan problem masa kini. Sejak awal, NU juga telah mengklaim sebagai kelompok ”ahlussunnah wal jamaah”. Istilah yang juga kini digunakan gerakan wahabi/salafi.

Istilah Salafi kemudian digunakan oleh Muhammad Abduh dan Rasyid Ridlo tatkala hendak membangun gerakan pembaharuan di Mesir. Di tangan Abduh, istilah Salafi sedikit mengalami pergeseran makna yang dikaitkan dengan semangat pembaharuan dan pemurnian. Di sini salafi dirujukkan pada model pemahaman para penganut Islam paling awal, yaitu Nabi dan Sahabat.

Gerakan pemurnian yang lain, khususnya wahabisme, ternyata pada mulanya tidak menggunakan istilah ini. Mereka mengkampanyekan pemurnian ajaran dengan merujuk langsung Qur’an dan Sunnah dengan model pemahaman yang literal. Di Indonesia, Muhammadiyah dan Persis yang juga mengusung tema pemurnian ajaran, juga tidak menggunakan istilah salafi. Walaupun ketiganya sama-sama menggeluti isu-isu bidah,kurafat dan sejenisnya.

Istilah Salafi kemudian dipopulerkan kembali oleh Nashiruddin Al-bani pada dekade 1980-an di Madinah. Jamaahnya kemudian dikenal dengan al-Jamaa al-Salafiyya al-Muhtasib. Hampir sama dengan wahabisme, salafi yang dimaksudkan Albani adalah suatu gerakan untuk memurnikan kembali ajaran Islam dengan mengedepankan kampanye pembasmian terhadap segala sesuatu yang dianggap bid’ah. Albani tidak menggunakan nama wahabisme dikarenakan istilah ini, dianggap kurang tepat. Di dalamnya terkesan ada pemujaan terhadap tokoh. Di samping itu,salafi yang dimaksudkan, tidak sama persis dengan wahabi resmi pemerintah Arab Saudi. Perbedaannya, salafi menegasikan atau menolak semua pemikiran mazhab. Sedangkan wahabi Arab Saudi lebih cenderung pada model pemikiran mazhab Hambali (kendati tidak pernah diakui secara resmi).

Kendati berbeda, keduanya sesungguhnya berakar pada semangat yang sama yaitu keinginan untuk memahami Islam tekstual secara ketat. Sandarannya hanya Quran dan hadits sahih. Adapun terhadap hadits non-sahih mereka cenderung kritis dan lebih menyukai tidak menggunakannya. Mereka juga mengenal “golden period” praktek kemurnian Islam yaitu zaman tiga generasi awal (sahabat, tabiin dan tabiut tabiin). Zaman ini disebut salafus shaleh.

Pemurnian yang diusung oleh Al-Bani memang tidak begitu berbeda dengan pemurnian yang dibawa Muhammad bin Wahab pada abad 13. Mereka sama-sama prihatin terhadap segala sesuatu yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam. Karena itu, mereka berusaha memerangi segala sesuatu yang dianggap bidah. Namun bedanya, di tangan Al-Bani dan mereka yang sehaluan dengannya, kategori bidah bisa sangat luas mencakup pada fenomena kemodernan, baik yang dihasilkan kemajuan teknologi maupun perilaku dan paham pemikiran. Televisi, foto manusia dan patung adalah terlarang. Duduk berdua yang bukan muhrim, kendati di dalam taksi, adalah terlarang. Daftar sesuatu yang dianggap haram atau bid’ah ini bisa sangat banyak.

Karena semangat tekstualisme yang sangat kuat itulah maka boleh dikatakan, gerakan salafi sekarang ini adalah bentuk lain dari wahabisme namun dengan pendekatan yang lebih radikal. Radikalisme ini bersumber dari prinsip ketaatannya yang ketat pada teks Quran dan hadits shohih serta hanya melihat praktek Islam murni pada cara yang digunakan para salafus shaleh. Karena itu, ketika mendapatkan fenomena yang berlawanan dengan teks dan tidak ada dalam praktek masa salafus shaleh, mereka akan menentangnya dan tidak akan berkompromi. Dengan cara ini mereka melawan paham-paham modern, seperti demokrasi dan partai politik. Mereka juga mengharamkan organisasi. Semua itu dianggap bidah karena tidak ada prakteknya pada masa tiga generasi awal Islam.

Ketaatan pada model klasik (salafus shaleh) juga menyebabkan gerakan ini tidak mengenal organisasi resmi. Mereka mengembangkan gerakan dengan instrumen hubungan guru-murid yang sangat setia. Pola yang memang telah dikenal sejak zaman Nabi. Dalam hubungan yang bersifat personal dan penuh ketaatan ini Salafi berkecambah berbagai penjuru dunia. (bersambung)

Orang Tuamu Bukan Barang Rongsokan June 9, 2013

Posted by tintaungu in Tengok.
add a comment

Di Jepang, dulu pernah ada tradisi membuang orang yang sudah tua ke hutan. Mereka yang dibuang adalah orang tua yang sudah tidak berdaya, sehingga tidak memberatkan kehidupan anak-anaknya.

Pada suatu hari, ada seorang pemuda yang berniat membuang ibunya ke hutan. Karena si Ibu telah lumpuh dan agak pikun. Si pemuda tampak bergegas menyusuri hutan sambil menggendong ibunya. Si Ibu yang kelihatan tak berdaya, berusaha menggapai setiap ranting pohon yang bisa diraihnya lalu mematahkannya dan menaburkannya di sepanjang jalan yang mereka lalui.

Sesampai di dalam hutan yang sangat lebat, si anak menurunkan Ibu tersebut dan mengucapkan kata perpisahan sambil berusaha menahan sedih karena ternyata dia tidak menyangka tega melakukan perbuatan ini terhadap Ibunya.

Justru si Ibu yang tampak tegar…

Dalam senyumnya, dia berkata, ‘Anakku, Ibu sangat menyayangimu. Sejak kau kecil sampai dewasa, Ibu selalu merawatmu dengan segenap cintaku. Bahkan sampai hari ini, rasa sayangku tidak berkurang sedikitpun. Tadi Ibu sudah menandai sepanjang jalan yang kita lalui dengan ranting-ranting kayu. Ibu takut kau tersesat. Ikutilah tanda itu agar kau selamat sampai di rumah”.

Setelah mendengar kata-kata tersebut, si anak menangis dengan sangat keras. Kemudian langsung memeluk ibunya dan kembali menggendongnya untuk membawa si Ibu pulang ke rumah. Pemuda tersebut akhirnya merawat Ibu yang sangat mengasihinya sampai Ibunya meninggal.

PESAN MORAL:”Orangtua” bukan barang rongsokan yang bisa dibuang atau diabaikan setelah terlihat tidak berdaya. Karena pada saat engkau sukses atau saat engkau dalam keadaan susah, hanya ‘orang tua’ yang mengerti kita dan bathinnya akan menderita jika kita susah.

“Orangtua” kita tidak pernah meninggalkan kita, bagaimanapun keadaan kita. Walaupun kita pernah kurang ajar kepada orangtua. Namun Bapak dan Ibu kita akan tetap mengasihi kita.

Mari lebih mengasihi orangtua selagi mereka masih hidup.

(Annonymous)

Arak dalam Masakan March 5, 2013

Posted by tintaungu in Tengok.
add a comment

Jika kita dihadapkan pada segelas minuman keras, baik bir, wine atau whiski, umat muslim akan sepakat mengatakan tidak. Minuman itu adalah minuman haram yang tidak boleh diminum. Tetapi ketika dihadapkan pada sepiring masakan tumis yang berbau harum dan rasanya enak, kita mungkin akan melahapnya dengan tanpa beban. Padahal ada kemungkinan masakan itu menggunakan arak sebagai salah satu bumbunya.

Penggunaan arak dalam masakan itu sepertinya sudah melekat, sulit dipisahkan. Banyak kegunaan yang diharapkan dari barang haram tersebut. Kegunaan pertama adalah melunakkan jaringan daging. Para juru masak meyakini bahwa daging yang direndam dalam arak akan menjadi empuk dan enak. Oleh karena itu daging yang akan dipanggang atau dimasak dalam bentuk tepanyaki seringkali direndam dalam arak.

Selain itu arak juga menghasilkan aroma dan flavor yang khas, yang oleh para juru masak dianggap dapat mengundang selera. Aroma itu muncul pada saat masakan dipanggang, ditumis, digoreng, atau jenis masakan lainnya. Munculnya arak itu memang menjadi salah satu ciri masakan Cina, Jepang, Korea dan masakan lokal yang berorientasi pada arak.

Jenis arak yang digunakan dalam berbagai masakan itu bermacam-macam, ada arak putih (Pek Be Ciu), arak merah (Ang Ciu), arak mie (Kue Lo Ciu), Arak gentong, dan lain-lain. Produsenya pun beragam, ada yang diimpor dari Cina, Jepang, Singapura bahkan banyak pula buatan lokal dengan menggunakan perasan tape ketan yang difermentasi lanjut (anggur tape). Penggunaan arak ini pun beragam, mulai dari restoran besar, restoran kecil bahkan warung-warung tenda yang buka di pinggir jalan.

Keberadaan arak ini masih jarang diketahui oleh masyarakat. Sementara itu ada kesalahan pemahaman di kalangan pengusaha atau juru masak yang tidak menganggap arak sebagai sesuatu yang haram. Kalau tentang daging babi, mungkin sudah cukup dipahami berbagai kalangan bahwa masakan itu dilarang bagi kaum muslim. Meskipun ada sebagian masyarakat yang melanggarnya, tetapi kebanyakan pengelola restoran tahu bahwa hal itu tidak boleh dijual untuk orang muslim

Lain halnya dengan arak. Sebagian besar kalangan pengelola restoran tidak menganggap bahan masakan itu haram hukumnya. Apalagi dalam proses pemasakannnya arak tersebut sudah menguap dan hilang. Sehingga muncul anggapan bahwa masakan yang menggunakan arak itu tidak apa-apa bagi umat Islam.

Anggapan tersebut tentu saja salah. Dalam Islam hukum mengenai arak atau khamr sudah cukup jelas, yaitu haram. Bukan saja mengkonsumsinya tetapi juga memproduksinya, mengedarkannya, menggunakan manfaatnya, bahkan menolong orang untuk memanfaatkannya. Nah, ini tentunya menjadi peringatan bagi kita semua agar lebih berhati-hati dalam membeli masakan, sekaligus juga menjadi perhatian bagi para pengelola restoran yang menjual produknya kepada masyarakat umum agar tidak menggunakan arak.

Masakan yang biasa menggunakan arak ini adalah jenis tumisan, daging panggang dan masakan semi basah. Aroma yang muncul dari arak itu kemudian dipadukan dengan berbagai bumbu-bumbuan yang lain, sehingga memunculkan flavor yang enak dan mengundang selera.

Beberapa pihak yang menyadari akan haramnya arak ini mencoba mencari alternatif lain. Misalnya dengan air jeruk limau atau kecap kedelai dengan aroma tertentu. Tetapi beberapa alternatif itu selalu ditolak produsen dan para juru masak. Menurut mereka, aroma yang muncul berbeda dengan yang ditimbulkan oleh arak masak. Kalau rasa dan aroma arak yang diinginkan muncul, memang sulit digantikan.

Arak adalah sebuah minuman yang memiliki aroma dan rasa khas yang tidak dimiliki minuman atau bahan lain. Jadi haramnya arak sebenarnya bukan semata-mata kandungan alkoholnya saja, tetapi juga seluruh komponen yang ada di dalamnya. Rasa khas itulah yang menyebabkan konsumen fanatik menjadi ketagihan dan menimbulkan efek kecanduan.

Kecintaan manusia terhadap arak ini menyebabkan tuntutan agar masakan-masakan lainpun memiliki aroma dan rasa yang mengandung arak. Maka muncullah berbagai arak yang dikhususkan untuk masakan. Arak masak ini sebenarnya memang berbeda dengan arak yang biasa diminum sebagai minuman keras. Di dalam arak masak ini biasanya sudah ditambahkan beberapa bumbu yang menyebabkannya memiliki rasa yang berbeda. Akan tetapi hakikat arak tetap melekat pada bahan tersebut. Ia juga adalah hasil proses fermentasi yang menghasilkan minuman keras, kemudian dimodifikasi dengan bumbu-bumbu tertentu.

Sedikit atau Banyak Tetap Sama

Dilihat dari proses pembuatan dan bahan-bahan yang digunakannya, maka meskipun berbeda, namun status kehalalannya akan tetap sama dengan arak sebagai minuman keras. Kandungan alkoholnyapun, kalau ini dijadikan sebuah indicator, tetaplah tinggi. Dari hasil analisa terhadap beberapa arak masak yang beredar, kandungan alkoholnya berkisar antara 5 hingga 10%.

Penggunaan arak dalam masakan memang sangat sedikit. Paling-paling hanya ditaburkan beberapa tetes saja. Tetapi kalau statusnya sudah menjadi khamer, maka berlaku kaidah “yang banyaknya memabukkan maka sedikitnya juga haram”. Oleh karena itu sesedikit apapun penggunaan arak dalam masakan, maka hukumnya akan tetap haram.

(www.halalmui.org)

Sejarah Kereta Api Indonesia December 15, 2012

Posted by tintaungu in Tengok.
add a comment

Dapat dikatakan bahwa secara de-facto hadirnya kerata api di Indonesia ialah dengan dibangunnya jalan rel sepanjang 26 km pada lintas Kemijen-Tanggung yang dibangun oleh NV. Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NIS). Pembangunan jalan rel tersebut dimulai dengan penyangkulan pertama pembangunan badan jalan rel oleh Gubernur Jenderal Belanda Mr. L.A.J. Baron Sloet Van De Beele pada hari Jum’at tanggal 17 Juni 1864. Jalur kereta api lintas Kemijen-Tanggung mulai dibuka untuk umum pada hari Sabtu, 10 Agustus 1867. Sedangkan landasan de-jure pembangunan jalan rel di jawa ialah disetujuinya undang-undang pembangunan jalan rel oleh pemerintah Hindia Belanda tanggal 6 April 1875.

Dengan telah adanya undang-undang pembangunan jalan rel yang dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda dan dengan berhasilnya operasi kereta api lintas Kemijen-Temanggung (yang kemudian pembangunannya diteruskan hingga ke Solo), pembangunan jalan rel dilakukan di beberapa tempat bahkan hingga di luar Jawa, yaitu di Sumatera dan Sulawesi.

Namun sejarah jalan rel di Indonesia mencatat adanya masa yang memprihatinkan yaitu pada masa pendudukan Jepang. Beberapa jalan rel di pulau Sumatera dan pulau Sulawesi serta sebagian lintas cabang di pulau Jawa dibongkar untuk diangkut dan dipasang di Burma (Myanmar). Bahkan pemindahan jalan rel ini juga disertai dengan dialihkannya sejumlah tenaga kereta api Indonesia ke Myanmar. Akibat tindakan Jepang tersebut ialah berkurangnya jaringan jalan rel di Indonesia. Data tahun 1999 memberikan informasi bahwa panjang jalan rel di Indonesia ialah 4615,918 km, terdiri atas Lintas Raya 4292,322 km dan Lintas Cabang 323,596.

Dalam masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia peran kereta api sangatlah besar. Sejarah mencatat peran kereta api dalam distribusi logistik untuk keperluan perjuangan dari Ciporoyom (Bandung) ke pedalaman Jawa Tengah, mobilisasi prajurit pejuang di wilayah Jogjakarta-Magelang-Ambarawa. Hijrahnya pemerintahan republik Indonesia dari Jakarta ke Jogjakarta tahun 1946 tidak lepas pula dari peran kereta api. Tanggal 3 Januari 1946 rombongan Presiden Soekarno berhasil meninggalkan Jakarta menggunakan kereta api, tiba di Jogjakarta tanggal 4 Januari 1946 pukul 09.00 disambut oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX.

Sejarah perjuangan Bangsa Indonesia mencatat pengambilalihan kekuasaan perkereta-apian dari pihak Jepang oleh Angkatan Moeda Kereta Api (AMKA) pada peristiwa bersejarah tanggal 28 September 1945. Pengelolaan kereta api di Indonesia telah ditangani oleh institusi yang dalam sejarahnya telah mengalami beberapa kali perubahan. Institusi pengelolaan dimulai dengan nasionalisasi seluruh perkereta-apian oleh Djawatan Kereta Api Indonesia (DKARI), yang kemudian namanya dipersingkat dengan Djawatan Kereta Api (DKA), hingga tahun 1950. Institusi tersebut berubah menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) pada tahun 1963 dengan PP. No. 22 tahun 1963, kemudian dengan PP. No. 61 tahun 1971 berubah menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Perubahan kembali terjadi pada tahun 1990 dengan PP. No. 57 tahun 1990 status perusahaan jawatan diubah menjadi perusahaan umum sehingga PJKA berubah menjadi Perusahaan Umum Kerata Api (Perumka). Perubahan besar terjadi pada tahun 1998, yaitu perubahan status dari Perusahaan Umum Kereta Api menjadi PT Kereta Api (persero), berdasarkan PP. No. 19 tahun 1998.

Perkembangan dalam dunia kereta api di Indonesia terus berlangsung, begitu pula dengan teknologinya. Tanggal 31 Juli 1995 diluncurkan KA Argo Bromo (dikenal juga sebagai KA JS 950) Jakarta-Surabaya dan KA Argo Gede (JB 250) Jakarta-Bandung. Peluncuran kedua kereta api tersebut mendandai apresiasi perkembangan teknologi kereta api di Indonesia dan sekaligus banyak dikenal sebagai embrio teknologi nasional. Saat ini selain kedua KA “Argo” tersebut di atas, telah beroperasi pula KA Argo Lawu, KA Argo Dwipangga, KA Argo Wilis, KA Argo Muria.

Kemampuan dalam teknologi perkereta-apian di Indonesia juga terus berkembang baik dalam prasarana jalan rel maupun sarana kereta apinya. Dalam rancang bangun, peningkatan dan perawatan kereta api, perkembangan kemampuan tersebut dapat dilihat di PT. Inka (Industri kereta Api) di Madiun, dan balai Yasa yang terdapat di beberapa daerah.

Sumber: Buku Jalan Rel (Suryo Hapsoro Tri Utomo)

Kisah Pernikahan Orang Tua Imam Abu Hanifah an Nu’man Bin Tsabit August 31, 2012

Posted by tintaungu in Tengok.
1 comment so far

Aku telah memakan apel yang tidak halal bagiku karena tanpa izin pemiliknya. Bukankah Rasulullah s.a.w. sudah memperingatkan kita melalui sabdanya: “Siapa yang tubuhnya tumbuh dari yang haram, maka ia lebih layak menjadi umpan api neraka”
————————————–

Seorang lelaki yang shaleh bernama Tsabit bin Ibrahim sedang berjalan di pinggiran kota Kufah. Tiba-tiba dia melihat sebuah apel jatuh keluar pagar sebuah kebun buah-buahan. Melihat apel yang merah ranum itu tergeletak di tanah, membuat air liur Tsabit keluar apalagi di hari yang panas dan tengah kehausan. Maka tanpa berfikir panjang dipungut dan dimakannyalah buah apel yang lezat itu, akan tetapi baru setengahnya di makan dia teringat bahwa buah itu bukan miliknya dan dia belum mendapat izin pemiliknya.

Maka ia segera pergi kedalam kebun buah-buahan itu hendak menemui pemiliknya agar meminta dihalalkan buah yang telah dimakannya. Di kebun itu ia bertemu dengan seorang lelaki. Maka langsung saja dia berkata, “Aku sudah makan setengah dari buah apel ini. Aku berharap anda menghalalkannya”. Orang itu menjawab, “Aku bukan pemilik kebun ini. Aku hanya khadam yang ditugaskan menjaga dan mengurus kebunnya.”

Dengan nada menyesal Tsabit bertanya lagi, “Di mana rumah pemiliknya? Aku akan menemuinya dan minta agar dihalalkan apel yang telah ku makan ini.” Tukang kebun itu memberitahukan, “Apabila Engkau ingin pergi kesana maka Engkau harus menempuh perjalanan sehari semalam”. Tsabit bin Ibrahim bertekad akan pergi menemui si pemilik kebun itu. Katanya kepada orang tua itu, “Tidak mengapa. Aku akan tetap pergi menemuinya, meskipun rumahnya jauh. Aku telah memakan apel yang tidak halal bagiku karena tanpa izin pemiliknya. Bukankah Rasulullah s.a.w. sudah memperingatkan kita melalui sabdanya: “Siapa yang tubuhnya tumbuh dari yang haram, maka ia lebih layak menjadi umpan api neraka.”

Tsabit pergi juga ke rumah pemilik kebun itu, dan setiba di sana dia langsung mengetuk pintu. Setelah si pemilik rumah membukakan pintu, Tsabit langsung memberi salam dengan sopan, seraya berkata,” Wahai tuan yang pemurah, saya sudah terlanjur makan setengah dari buah apel tuan yang jatuh ke luar kebun tuan. Karena itu maukah tuan menghalalkan apa yang sudah ku makan itu?”

Lelaki tua yang ada dihadapan Tsabit mengamatinya dengan cermat. Lalu dia berkata tiba-tiba, “Tidak, aku tidak boleh menghalalkannya kecuali dengan satu syarat.” Tsabit merasa khawatir dengan syarat itu karena takut ia tidak dapat memenuhinya. Maka segera ia bertanya, “Apa syarat itu tuan?” Orang itu menjawab, “Engkau harus mengawini putriku !”

Tsabit bin Ibrahim tidak memahami apa maksud dan tujuan lelaki itu, maka dia berkata, “Apakah karena hanya aku makan setengah buah apelmu yang keluar dari kebunmu, aku harus mengawini putrimu?”
Tetapi pemilik kebun itu tidak mempedulikan pertanyaan Tsabit. Ia malah menambahkan, katanya, “Sebelum pernikahan dimulai engkau harus tahu dulu kekurangan-kekurangan putriku itu. Dia seorang yang buta, bisu, dan tuli. Lebih dari itu ia juga seorang yang lumpuh!”

Tsabit amat terkejut dengan keterangan si pemilik kebun. Dia berfikir dalam hatinya, apakah perempuan seperti itu patut dia persunting sebagai isteri gara-gara setengah buah apel yang tidak dihalalkan kepadanya? Kemudian pemilik kebun itu menyatakan lagi, “Selain syarat itu aku tidak boleh menghalalkan apa yang telah kau makan!”

Namun Tsabit kemudian menjawab dengan mantap, “Aku akan menerima pinangannya dan perkawinannya. Aku telah bertekad akan mengadakan transaksi dengan Allah Rabbul ‘alamin. Untuk itu aku akan memenuhi kewajiban-kewajiban dan hak-hakku kepadanya karena aku amat berharap Allah selalu meridhaiku dan mudah-mudahan aku dapat meningkatkan kebaikan-kebaikanku di sisi Allah Ta’ala”.

Maka pernikahan pun dilaksanakan. Pemilik kebun itu menghadirkan dua saksi yang akan menyaksikan akad nikah mereka. Sesudah perkawinan selesai, Tsabit dipersilahkan masuk menemui isterinya. Sewaktu Tsabit hendak masuk kamar pengantin, dia berfikir akan tetap mengucapkan salam walaupun isterinya tuli dan bisu, karena bukankah malaikat Allah mengelilingi dalam rumahnya tentu tidak tuli dan bisu juga. Maka iapun mengucapkan salam, “Assalamu”alaikum…” Tak disangka sama sekali wanita yang ada di hadapannya dan kini resmi jadi isterinya itu menjawab salamnya dengan baik.

Ketika Tsabit masuk hendak menghampiri wanita itu , dia mengulurkan tangan untuk menyambut tangannya. Sekali lagi Tsabit terkejut karena wanita yang kini menjadi isterinya itu menyambut uluran tangannya.
Tsabit sempat terhentak menyaksikan kenyataan ini. “Kata ayahnya dia wanita tuli dan bisu tetapi ternyata dia menyambut salamnya dengan baik. Jika demikian berarti wanita yang ada di hadapanku ini dapat mendengar dan tidak bisu. Ayahnya juga mengatakan bahwa dia buta dan lumpuh tetapi ternyata dia menyambut kedatanganku dengan ramah dan mengulurkan tangan dengan mesra pula,” kata Tsabit dalam hatinya. Tsabit berfikir, mengapa ayahnya menyampaikan berita-berita yang bertentangan dengan yang sebenarnya?

Setelah Tsabit duduk di samping isterinya, dia bertanya, “Ayahmu mengatakan kepadaku bahawa engkau buta. Mengapa?” Wanita itu kemudian berkata, “Ayahku benar, karena aku tidak pernah melihat apa-apa yang diharamkan Allah”. Tsabit bertanya lagi, “Ayahmu juga mengatakan bahwa Engkau tuli, mengapa?” Wanita itu menjawab, “Ayahku benar, kerana Aku tidak pernah mau mendengar berita dan cerita orang yang tidak membuat ridha Allah. Ayahku juga mengatakan kepadamu bahwa Aku bisu dan lumpuh, bukan?” tanya wanita itu kepada Tsabit yang kini sah menjadi suaminya. Tsabit mengangguk perlahan mengiyakan pertanyaan isterinya. Selanjutnya wanita itu berkata, “Aku dikatakan bisu karena dalam banyak hal Aku hanya menggunakan lidahku untuk menyebut asma Allah Ta’ala saja. Aku juga dikatakan lumpuh karena kakiku tidak pernah pergi ke tempat-tempat yang dapat menimbulkan kemarahan Allah Ta’ala”.

Tsabit amat bahagia mendapatkan isteri yang ternyata amat soleh dan wanita yang memelihara dirinya. Dengan bangga ia berkata tentang isterinya, “Ketika kulihat wajahnya… Subhanallah, dia bagaikan bulan purnama di malam yang gelap”.

Tsabit dan isterinya yang salihah dan cantik itu hidup rukun dan berbahagia. Tidak lama kemudian mereka dikurniakan seorang putra yang ilmunya memancarkan hikmah ke seluruh penjuru dunia, beliau adalah Al Imam Abu Hanifah An Nu’man bin Tsabit.

Teladan Istri yang Berusaha Memahami Suami August 11, 2012

Posted by tintaungu in Tengok.
add a comment

Sebuah kisah inspirasi bagi suami dan isteri, tentang seorang istri yang berupaya memahami suaminya. Ia tahu apa yang disukai suami hingga ia berusaha memenuhinya. Dan ia tahu apa yang dibenci suami hingga ia berupaya untuk menjauhinya, dengan catatan selama tidak dalam perkara maksiat kepada Allah. Berikut ini kisah seorang istri yang bijaksana yang berupaya memahami suaminya.

Berkata sang suami kepada temannya:

“Selama dua puluh tahun hidup bersama belum pernah aku melihat dari istriku perkara yang dapat membuatku marah.”

Maka berkata temannya dengan heran: “Bagaimana hal itu bisa terjadi.”

Berkata sang suami: “Pada malam pertama aku masuk menemui istriku, aku mendekat padanya dan aku hendak menggapainya dengan tanganku, maka ia berkata: ‘Jangan tergesa-gesa wahai Abu Umayyah.’

Lalu ia berkata: ‘Segala puji bagi Allah dan shalawat atas Rasulullah… Aku adalah wanita asing, aku tidak tahu tentang akhlakmu, maka terangkanlah kepadaku apa yang engkau sukai niscaya aku akan melakukannya dan apa yang engkau tidak sukai niscaya aku akan meninggalkannya.’ Kemudian ia berkata: ‘Aku ucapkan perkataaan ini dan aku mohon ampun kepada Allah untuk diriku dan dirimu.’”
Berkata sang suami kepada temannya: “Demi Allah, ia mengharuskan aku untuk berkhutbah pada kesempatan tersebut. Maka aku katakan: ‘Segala puji bagi Allah dan aku mengucapkan shalawat dan salam atas Nabi dan keluarganya. Sungguh engkau telah mengucapkan suatu kalimat yang bila engkau tetap berpegang padanya, maka itu adalah kebahagiaan untukmu dan jika engkau tinggalkan (tidak melaksanakannya) jadilah itu sebagai bukti untuk menyalahkanmu. Aku menyukai ini dan itu, dan aku benci ini dan itu. Apa yang engkau lihat dari kebaikan maka sebarkanlah dan apa yang engkau lihat dari kejelekkan tutupilah.’

Istriku berkata: ‘Apakah engkau suka bila aku mengunjungi keluargaku?’
Aku menjawab: ‘Aku tidak suka kerabat istriku bosan terhadapku’ (yakni si suami tidak menginginkan istrinya sering berkunjung).

Ia berkata lagi: ‘Siapa di antara tetanggamu yang engkau suka untuk masuk ke rumahmu maka aku akan izinkan ia masuk? Dan siapa yang engkau tidak sukai maka akupun tidak menyukainya?’
Aku katakan: ‘Bani Fulan yang sebelah situ adalah kaum yang shaleh dan Bani Fulan yang sebelah sana adalah kaum yang jelek.’”

Berkata sang suami kepada temannya: “Lalu aku melewati malam yang paling indah bersamanya. Dan aku hidup bersamanya selama setahun dalam keadaan tidak pernah aku melihat kecuali apa yang aku sukai.

Suatu ketika di permulaan tahun, tatkala aku pulang dari tempat kerjaku, aku dapatkan ibu mertuaku ada di rumahku. Lalu ibu mertuaku berkata kepadaku: ‘Bagaimana pendapatmu tentang istrimu?’”
Aku jawab: “Ia sebaik-baik istri.”

Ibu mertuaku berkata:
“Wahai Abu Umayyah.. Demi Allah, tidak ada yang dimiliki para suami di rumah-rumah mereka yang lebih jelek daripada istri penentang (lancang). Maka didiklah dan perbaikilah akhlaknya sesuai dengan kehendakmu.”

Berkata sang suami:
“Maka ia tinggal bersamaku selama dua puluh tahun, belum pernah aku mengingkari perbuatannya sedikitpun kecuali sekali, itupun karena aku berbuat dhalim padanya.”

Alangkah bahagia kehidupannya…! Demi Allah, aku (penulis kisah, red) tidak tahu apakah kekagumanku tertuju pada istri tersebut dan kecerdasan yang dimilikinya? Ataukah tertuju pada sang ibu dan pendidikan yang diberikan untuk putrinya? Ataukah terhadap sang suami dan hikmah yang dimilikinya? Itu adalah keutamaan Allah yang diberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki.

(Dikutip sebagian dari buku berjudul “Rumah Tangga Tanpa Problema; bab Sepuluh Wasiat untuk Istri yang Mendambakan Keluarga Bahagia tanpa Problema”, karya Mazin bin Abdul Karim Al Farihhal. 59-82. Penerjemah: Ummu Ishâq Zulfâ bintu Husein. Editor: Abû ‘Umar ‘Ubadah. Penerbit: Pustaka Al-Haura’, cet. ke-2, Jumadits Tsani 1424H, dicopy dari http://akhwat.web.id)

Dalam sebuah hadits di sebutkan:

Sebaik-baik wanita adalah yang apabila engkau memandangnya maka engkau merasa senang, apabila engkau menyuruhnya ia patuh dan apabila engkau meninggalkannya (keluar rumah) ia memelihara hakmu atas dirinya dan hartamu (HR. Ath-Thabrani)

Bad Mood.., So..? June 10, 2012

Posted by tintaungu in Tengok.
add a comment

Ada 2 org ibu memasuki toko pakaian & ingin membeli baju.

Ternyata pemilik toko lagi bad mood sehingga tidak melayani dgn baik, malah terkesan buruk, tidak sopan dgn muka cemberut.

Ibu pertama jengkel menerima layanan yg buruk seperti itu…
Yg mengherankan, ibu kedua tetap enjoy, bahkan bersikap sopan pd penjualnya.

Ibu pertama bertanya, “Mengapa Ibu bersikap demikian sopan pd penjual yg menyebalkan itu?”

Lantas dijawab “Kenapa aku hrs mengizinkan dia menentukan caraku dlm bertindak? Kitalah penentu atas hidup kita, bukan org lain.”

“Tapi ia melayani kita dgn buruk sekali” bantah Ibu pertama.

“Itu masalah dia. Kalau dia mau bad mood, tdk sopan, melayani dgn buruk dll, toh tdk ada kaitannya dng kita. Kalau kita sampai terpengaruh, berarti kita membiarkan dia mengatur & menentukan hidup kita, padahal kita yg bertanggung jawab atas diri kita,” jelas Ibu kedua.

Tindakan kita kerap dipengaruhi oleh tindakan org lain. Kalau org memperlakukan kita buruk, kita akan membalasnya dgn hal yg buruk juga & sebaliknya.

Kalau org tdk sopan, kita akan lebih tdk sopan lagi.
Kalau org lain pelit pd kita, kita yg semula pemurah tiba² jadinya demikian pelit, kalau hrs berurusan dgn org tsb. Ini berarti tindakan kita dipengaruhi oleh tindakan org lain.

Kalau direnungkan, sebenarnya betapa tdk arifnya tindakan kita, kenapa utk berbuat baik saja, hrs menunggu org lain baik dulu?

Tentunya, jaga suasana hati kita sendiri, jgn biarkan sikap buruk org lain menentukan cara kita bertindak!
Kita yang bertanggungjawab atas hidup kita, bukan org lain…

Hidup kita terlalu berharga…,
oleh sebab itu:
“Make Your Self Have a Meaning for Others!!”

Pepatah : ‘Pemenang kehidupan adalah org yang tetap SEJUK di tempat yg PANAS, yg tetap MANIS di tempat yg sangat PAHIT, yg tetap merasa kecil meskipun telah menjadi besar dan yg tetap TENANG di tengah BADAI yg paling hebat’.

(Sumber: annonymous)

Budaya Negeri-negeri dalam Dua Ekor Sapi March 27, 2012

Posted by tintaungu in Tengok.
add a comment

Tulisan : Muhaimin Iqbal di geraidinar.com

Dahulu waktu masih aktif bekerja sebagai eksekutif perusahaan orang lain, saya banyak berinteraksi dengan para pelaku usaha dari berbagai negara. Ada cara yang  unique  untuk membandingkan budaya usaha di masing-masing negara yaitu melalui  joke. Nampaknya sederhana dan tidak serius, tetapi  joke-joke  ini ternyata memang sangat efektif dan kita bisa mengambil banyak pelajaran darinya. 

Di antara yang paling saya terkesan dan akan saya share dalam tulisan ini adalah paparan dari konsultan business global ketika menggambarkan budaya usaha di 7 negara – termasuk Indonesia. 

Dia mulai dengan negara yang katanya paling dominan perannya dalam percaturan ekonomi dunia saat itu, yaitu Amerika. Konsultan ini  memulai ceritanya dengan ringan : “Pengusaha Amerika itu ibarat seorang petani yang memiliki dua ekor sapi, satu dijual ke masayarakat (go public) dan yang satu lagi disuruh berproduksi susu sebanyak mungkin yang setara dengan produksi empat ekor sapi – itulah yang menyebabkan financial bubble dan akhirnya pasti meletus juga”. 

Lalu dia bercerita tentang ekstrem lain yaitu Rusia yang menjadi musuh bebuyutan Amerika selama beberapa dekade yang lewat  : “Sama dengan pengusaha Amerika yang memiliki hanya dua ekor sapi, tetapi di Rusia masyarakatnya diberi ilusi bahwa yang mereka miliki bukan dua ekor – mereka di doktrin untuk seolah memiliki 12 ekor sapi, masih tidak cukup – mereka di doktrin lagi seolah memiliki 48 ekor sapi. Kemudian salah satu pemimpin mereka menyadari, bahwa tidak benar mengajak rakyat untuk bermimpi – rakyat harus dikasih tahu bahwa mereka memang hanya memiliki 2 ekor sapi – saat itulah uni soviet bubar, tidak cukup sapi untuk dibagi…”. 

Di China lain lagi : “Mereka juga hanya memiliki dua ekor sapi, tetapi dua ekor sapi ini diperah oleh 100 tenaga kerja supaya semua mendapatkan pekerjaannya. Lho tetapi produksinya kan tetap tidak bisa banyak ?, Ooh tidak masalah. Susu dari dua ekor sapi ini kan hanyak untuk contoh, yang mereka jual tidak perlu susu asli – apapun asal diberi warna susu dan diberi aroma susu – cukuplah itu untuk disebut susu bagi mereka…”. 

Si konsultan lalu melanjutkan tentang Jepang : “ Di Jepang mereka juga hanya memiliki dua ekor sapi, tetapi mereka berusaha mengecilkan sapi ini menjadi separuh dari ukuran sapi pada umumnya – pada saat yang bersamaan sapi-sapi kecil ini harus mampu memproduksi susu dua kali dari sapi pada umumnya. Efisiensi mereka inilah yang mengungguli bangsa-bangsa lain di dunia !”. 

Lalu dia memberi contoh negara maju lainnya, yang konon berhasil dalam bidang engineering: “Di Jerman, mereka juga hanya punya dua sapi. Tetapi dengan teknologinya mereka berusaha menjaga betul sapi ini sehingga usianya mampu bertahan lama dan sampai tua tetap memghasilkan susu. Susu inipun tetap diperah oleh satu orang si empunya sendiri – sehingga mereka mampu berpenghasilan tinggi dalam tempo yang panjang…”. 

Si konsultan belum puas dengan ceritanya, dia memberi contoh lain yang berhasil dalam efisiensi ekonominya – yaitu Singapore : “Singapore juga hanya memiliki dua ekor sapi, satu dititipkan ke Malaysia dan satu lagi dititipkan di Indonesia. Dua negara ini yang repot memeliharanya, tetapi hasil susu dan perdagangan susunya tetap dikuasai Singapore !”. 

Sebelum membahas tentang Indonesia, si konsultan minta maaf dahulu ke saya – dia tahu saya orang Indonesia, dan orang Indonesia konon paling mudah tersinggung. Setelah saya memberi hint untuk go ahead dengan joke-nya diapun mulai : “Indonesia juga memiliki dua ekor sapi, tetapi dua ekor sapi ini dikandangkannya dan tidak boleh memakan hijauan yang ada di luar sana. Mengapa ?, karena yang di luar sana sudah dijual untuk memberi makan sapi Singapore tadi.  Sapi-sapi Indonesia sendiri menjadi kurus kering dan tentu tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan susu rakyatnya yang sangat banyak. Untuk rakyatnya sendiri Indonesia memilih impor susu dari negara lain !”. 

Setelah menyampaikan ini, si konsultan masih takut menyinggung saya, dia memberi kesempatan saya untuk meluruskannya.  Dia bilang, Mr. Iqbal, now your turn to tell us about your country , you may think our story is not accurate…?. 

Lalu saya berusaha meluruskannya, kondisi sekarang mungkin memang tidak terlalu jauh dari persepsi yang dibangun oleh masyarakat internasional tersebut. Namun justru karena itulah di Indonesia kini timbul banyak pemikiran utuk kami bisa menggembala dua ekor sapi kami secara leluasa di negeri kami sendiri. 

Lebih dari itu, pemikiran ekonomi yang kami bawakan adalah bagaimana kami bisa menyuburkan negeri kami sehingga kemakmurannya bukan hanya cukup untuk negeri kami – tetapi juga untuk negeri lain yang membutuhkannya. 

Tidak ada salahnya orang Singapore menitipkan dua ekor sapinya semua di negeri kami, demikian pula dengan sapi-sapi dari negeri lain – kami banyak sumber daya alam dan banyak tenaga kerja yang akan mampu mengelolanya semua. 

Untuk semua ini tercapai, hanya dua yang kami butuhkan yaitu rakyat yang tidak menunggu pemimpin untuk berbuat dan pemimpin yang tahu betul harus berbuat apa untuk rakyatnya.

Kisah Nyata Sedekah Menyentuh Hati March 17, 2012

Posted by tintaungu in Tengok.
add a comment

Gila !! Begitu cibiran yang hampir tiap hari menyengat telinga Dani Hermawan. Cibiran sadis tersebut diterimanya, setelah ia mengambil keputusan drastis yang sangat tidak masuk akal bagi rasio awam. 

Bagaimana tidak. Dani hanyalah seorang pekerja serabutan. Ia tinggal di rumah kontrakan di Bogor bersama seorang anak dan istri yang tengah mengandung anak kedua. Untuk makan sehari-haripun, Dani sekeluarga sangat terbantu oleh kebaikan mertuanya. 

Nah, dalam kondisi begitu, Dani malah menguras isi kontrakannya. Bukannya untuk dijual buat makan dan beli susu anaknya, tapi justru disedekahkan. 

Pencerahan sedekah Dani dapatkan, setelah nyawanya hampir melayang di ujung putus asa.

Semula, Dani Hermawan seorang supplier ayam yang cukup berjaya. Peternakannya luas, ayamnya ribuan. Mobil pengangkut ayam tiap hari keluar-masuk kandangnya. Uang setoran pun mengalir deras ke kantongnya. 

Sampai kemudian, wabah flu burung menyerang. Puluhan demi puluhan ayam negeri Dani mati, sampai akhirnya ludes tak tersisa. Dani Hermawan bangkrut pada tahun 2007. 

Tragisnya, hampir tidak ada sisa masa kejayaan usaha Dani. Uang yang melimpah justru membuatnya lalai untuk menyiagakan masa depan keluarga. Bahkan rumah pun mereka tak sempat punya. “Saya lalai, saya lalai,” kenang Dani sambil terisak. 

Bersamaan dengan itu, Nia Kurniawati istrinya pun di-PHK dari tempat kerjanya.

Untuk melanjutkan hidup sekeluarga, Dani lalu kerja serabutan sambil “mantab” (makan tabungan) yang sedikit tersisa. Beruntung dia memiliki mertua yang baik, sehingga kebutuhan dapurnya kemudian tertalangi. Walaupun, sebagai kepala keluarga yang pernah jaya, pria ini sungguh tak enak hati hidup dalam naungan mertua. 

Perasaan bersalah, malu, sekaligus khawatir, menumpuk di dada, membuat Dani Hermawan stress. Apalagi anak mereka yang kedua jelang lahir. Duit dari mana buat biayanya? Uang dari mana untuk membeli susunya? Lalu buat sekolahnya nanti bagiamana? 

Masya Allah, tak kuasa menahan stress, bisikan setan pun diikutinya. Satu malam, Dani ngeloyor ke rel kereta api tak jauh dari rumahnya. Sampai di sana, dia lalu nekad membaringkan diri menyilangi salah satu rel. 

Ketika kupingnya menangkap deru kereta Jabotabek dari arah Jakarta, Dani segera memejamkan mata rapat-rapat. “Sebentar lagi penderitaanku akan berakhir,” batinnya, walau dibarengi rasa takut. 

Wes ewes ewes, bablas keretanya. “Lho, aku kok masih hidup,” Dani kaget ketika membuka mata. Olala, ternyata kereta api lewat melalui rel satunya. 

Dani lalu memejamkan mata lagi, berharap kereta berikutnya segera lewat dan melindas tubuhnya.

Tapi, tunggu punya tunggu, si kereta tak datang jua. Sementara, Dani harus bersilat melawan gerombolan nyamuk yang mengerubutinya. Plak, plok, plaak. 

Tak tahan dingin dan nyamuk, akhirnya Dani urung bunuh diri. Dengan langkah lunglai, pulang dia ke kontrakannya. 

Suatu malam berikutnya, giliran bisikan malaikat yang dia ikuti. Saat iseng menyetel TV Banten, tiba-tiba Dani terpaku pada taushiyah Ustadz Yusuf Mansur. Sang Ustadz tengah menguraikan sedekah sebagai solusi problema kehidupan. 

“Sedekah akan cepat bunyi bila ditunaikan dalam keadaan kita kepepet, lagi butuh, atau sangat menyayangi harta yang akan kita sedekahkan,” kata Ustadz, yang menancap betul di benak Dani.

Besoknya, dengan getol Dani mulai memburu dan melahap taushiyah Ustadz melalui radio dan televisi, juga VCD. 

Melihat hobby baru suaminya, semula Nia sinis. “Aa’, yang pasti-pasti aja deh. Uang itu ya didapat dari kerja, bukan sedekah,” kata Nia yang waktu itu masih belum berbusana muslimah.

“O iya, ini juga pasti Dik. Tinggal kita yakin apa enggak,” Dani mencoba sabar. Ia maklum, dalam kondisi seperti ini istrinya jadi sensi. 

Namun satu sore, Dani memergoki istrinya tengah menyimak VCD The Miracle. Tampak Nia manggut-manggut, merasa mendapat pencerahan .

“Iya ya A’, kita sedekahkan yang kita punya yuk,” katanya, disambut senyum Dani.

Tak tega rasanya Darmawan Setiadi, saat menjemput sedekah Dani di kontrakannya. Di bawah tatapan melompong putri Dani, Darmawan dan tim PPPA Daarul Qur’an mengangkut kulkas, televisi, tape, sampai ke handphone satu-satunya milik tuan rumah. Semua barang itu bakal dijual di PPPA Shop, hasilnya untuk membiayai program pembibitan penghafal Qur’an. 

“Mas Dani, bagaimana kalau hape-nya tidak usah ikut disedekahkan. Mas Dani kan sangat memerlukannya,” bisik Darmawan kepada Dani. 

“Oh, tidak Mas. Saya memang sudah meniatkan untuk disedekahkan bersama barang-barang lainnya. Doakan saja agar Allah memberi balasan yang terbaik buat kami,” jawab Dani mantap. Apa boleh buat. Sambil menahan tangis haru, Darmawan membawa semua barang sedekahan Dani. Tak ayal, kontrakan Dani langsung kosong melompong. Yang tersisa hanyalah almari kayu tua yang sudah tidak layak untuk disedekahkan sekalipun. 

Almari itu bagian tengahnya bolong, tadinya untuk wadah TV. Setelah TV-nya diangkut, Az Zahra anak sulung Dani nyeletuk, “Yah, sekarang kita nonton tipinya bohong-bohongan ya?”

Dani menjawab dengan mengusap sayang kepala putranya. “Tenang, Nak, Allah Maha Kaya dan Maha Mengetahui,” katanya, ditingkahi senyum tulus sang istri. 

Setelah itu, Dani dan Nia Kurniawati, menggetolkan riyadhoh. Mereka dawamkan amalan wajib, ditambah amalan sunnah Nabi seperti sholat tahajjaud, dhuha, dan puasa Senin-Kamis. 

Saking rindunya pada Rasulullah SAW, Dani bahkan mulai membiasakan diri mengenakan baju gamis. Namun, mantan pengusaha peternakan ayam yang kini hobby-nya ke masjid itu, malah disalahpahami. Bahkan sebagian orang menganggapnya kurang waras. 

“Dik, mengapa mereka tega mengataiku gila. Apakah orang tidak boleh berubah jadi baik,” keluh Dani Hermawan pada istrinya. “Sabarlah A’, insya Allah, Allah akan menunjukkan jalan,” Nia menghibur suaminya. 

Kabar tentang “keanehan” Dani, rupanya sampai juga ke seorang pengusaha yang masih tetangganya. Suatu malam, Dani dipanggil ke rumah si pengusaha. Setelah menyimak kisah singkat perjalanan hidup Dani, pengusaha itu berkata, “Hobby-mu apa Dan?”

“Badminton, Pak, tapi belakangan ini sudah jarang main lagi,” Dani tersenyum.

“Ya sudah, nanti kapan-kapan kita ketemu lagi.”

Saat dipanggil kembali, Dani kaget bukan kepalang. Pengusaha tersebut menjadikannya manajer Gedung Olah Raga (GOR) badminton di Jalan Soleh Iskandar, Bogor. 

Selain menyewakan gedung badminton, Dani Hermawan juga mengajar kelas bulu tangkis. Dia pun melayani les privat olahraga yang sama. Ini menjadi kekuatan GOR yang dikelolanya.

“Awalnya, hanya satu klub yang menjadi pelanggan kami. Sekarang alhamdulillah, sampai harus antri kalau mau makai GOR kami,” kata Dani. 

Kini, kehidupan Dani Hermawan dan istrinya bersama kedua buah hati mereka, Azzahra Putri Dani dan Juaneta Putri Dania, jauh lebih baik. Tanpa dipaksa sang suami, Nia Kurniawati sudah berbusana muslimah. Mereka sangat mensyukuri semuanya, meskipun belum memiliki rumah sendiri. 

(sumber : buku dahsyatnya sedekah)

Tak Disangka, Ternyata Dari Sinilah Asal Mula Uang Kertas di Bank yang Sesungguhnya January 8, 2012

Posted by tintaungu in Tengok.
add a comment

Jaman dahulu, pada saat emas dan perak menjadi alat tukar-menukar barang dan alat pengukur nilai barang dan jasa, banyak orang Yahudi yang menjadi penjual jasa penyimpanan emas yang lebih terkenal dengan istilah goldsmith (gold adalah emas, dan smith adalah semit atau Yahudi).

Ini karena di sebagian besar Eropa, orang-orang Yahudi dilarang memiliki tanah yang membuat mereka tidak bisa menjadi petani dan menjadikan profesi sebagai goldsmith sebagai alternatif pekerjaan yang prospektif.

Meski dipandang sebagai pekerjaan kurang terhormat, orang-orang kaya yang memiliki banyak emas lebih menyukai menyimpan emasnya di goldsmith karena jaminan keamanan yang diberikannya. Mereka hanya cukup memberi imbalan sejumlah emas tertentu atas jasa penyimpanan yang diberikan goldsmith.

Untuk setiap emas yang disimpan, goldsmith mengeluarkan secarik kertas (sertifikat) berisi keterangan tentang kepemilikan emas sejumlah tertentu pada goldsmith. Setiap saat bila pemilik emas ingin mengambil simpanannya, ia tinggal menunjukkan sertifikat tersebut.

Seiring berjalannya waktu, semakin tingginya tingkat kepercayaan masyarakat pada goldsmith dan juga karena sifat sertifikat yang likuid (mudah ditukarkan dengan emas kapan saja), masyarakat mulai menerima sertifikat tersebut sebagai alat tukar-menukar barang dan jasa. Pada saat inilah sertifikat tersebut menjadi uang kertas dan merupakan uang kertas pertama di dunia. 

Seiring berjalannya waktu, semakin banyak emas yang disimpan di brankasnya, goldsmith melihat bahwa sebagian besar emas tersebut teronggok begitu saja di brankas untuk jangka waktu yang lama, karena kebutuhan likuiditas sudah terpenuhi dengan uang kertas. Ia mulai berfikir: bagaimana kalau sebagian daripada emas itu dipinjamkan ke orang yang membutuhkan (debitor) untuk dikembalikan setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan bunga?

Kemudian goldsmith mulai menjadi rentenir dengan meminjamkan sebagian emas milik nasabahnya kepada debitor yang membutuhkan. Setelah waktu yang ditentukan emas yang dipinjam debitor dikembalikan dan goldsmith mendapat keuntungan berupa bunga. Semakin sering dan semakin banyak goldsmith memberikan pinjaman, semakin besar pula keuntungan yang didapatnya.

Selanjutnya goldsmith mendapatkan ide lain.

Mengapa harus memberikan pinjaman berupa emas? Bukankah uang kertas yang dikeluarkannya telah diterima sebagai alat tukar-menukar dan jual beli? Maka kemudian untuk setiap pinjaman yang ia berikan, ia hanya cukup mengeluarkan uang kertas. Dan setelah jangka waktu tertentu, debitor mengembalikan hutangnya berupa emas kepada goldsmith plus bunganya. Pada saat ini goldsmith melihat keajaiban yang menjadi nyata. Hanya dengan selembar kertas, ia mendapatkan sebongkah emas.

Saat itu sebenarnya goldsmith telah melakukan penipuan. Orang menyangka emas yang dijaminkan benar-benar milik goldsmith sendiri, padahal sebenarnya milik nasabah yang menitipkan emas. Selain penipuan ia juga melakukan pemerasan dengan membebankan bunga atas pinjaman yang ia berikan. (inilah cikal bakal prinsip perbankan)

Belajar dari kesuksesannya menipu nasabah (yang tidak mengetahui jika emasnya yang dititipkan dijadikan jaminan kredit) dan debitor sekaligus, kemudian goldsmith mendapatkan ide lagi. Bagaimana kalau dibuat beberapa lembar uang kertas sekaligus untuk beberapa debitor?

Maka dibuatkan beberapa uang kertas sekaligus untuk beberapa debitor. Dan setelah jangka waktu tertentu para debitor mengembalikan hutangnya berupa emas plus bunga. Keajaiban itu semakin menakjubkan.

Dengan modal beberapa lembar kertas, ia mendapatkan sejumlah besar emas. Maka ia pun mengeluarkan uang kertas sebanyak-banyaknya untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya.

Keuntungannya ..… hanya dibatasi oleh kemampuan mencetak uang kertas. 

Tidak ada bisnis sepanjang sejarah umat manusia yang lebih menguntungkan daripada bisnis yang dijalani goldsmith.

Seiring berjalannya waktu semakin banyaknya orang yang menjadi debitor. Mereka rela antri duduk di bangku panjang untuk mendapatkan pinjaman dari goldsmith. Bangku panjang (banque) tempat duduk para calon debitor itu yang kemudian menjadi cikal bakal istilah BANK. Dalam waktu tidak terlalu lama, para goldsmith menjadi orang-orang terkaya di dunia.

Para bangsawan dan para raja yang serakah membutuhkan dana untuk membiaya tentara, dan belanja pegawainya. Mereka pun tidak bisa menghindar untuk menjadi mangsa para goldsmith yang kemudian berganti istilah menjadi banker (pemilik bangku). Sekali meminjam, nilainya jutaan kali pinjaman yang diterima individu-individu, dan begitu juga keuntungan yang didapatkan banker.

Para banker itu senang denggan sifat serakah para raja dan bangsawan yang suka berperang memperebutkan kekuasaan. Semakin serakah mereka, semakin banyak perang yang dijalaninya dan itu berarti semakin banyak pinjaman yang bisa diberikan para banker.

Dalam banyak kasus, ketika perdamaian terjadi, para banker justru menjadi provokator politik untuk memicu peperangan.

– Mereka membiayai Oliver Cromwell untuk memberontak kepada Raja Charles di Inggris.

– Mereka membiayai William Orange merebut tahta raja Inggris dari Charles II.

– Mereka merekayasa Revolusi Perancis

– Membiayai petualangan Napoleon

– Memprovokasi kemudian membiayai pihak-pihak yang terlibat dalam Perang Sipil Amerika, merancang Perang Krim, Perang Dunia I, Perang Dunia II, Perang Dingin, Vietnam, Teluk, dan perang-perang yang lain.

Setelah perang, para pemimpin dan sekaligus juga rakyat negara-negara yang terlibat perang menjadi sapi perahan para bankir atas hutang yang mereka tanggung.

Selanjutnya, selain mendapatkan keuntungan materi yang tiada tara, banker juga mendapatkan keuntungan politik yang besar. Mereka dapat dengan mudah mengangkat seseorang menjadi penguasa semudah mereka menjatuhkannya dari kekuasaan.

Dan semakin besar kekuasaan politik mereka, semakin besar pula keuntungan ekonomi mereka. Politik dan uang, dua sisi mata uang yang sama, semuanya telah dimiliki para banker.

Dasar Yahudi, ketika pada awal abad 20 ditemukan minyak bumi, para banker itu melihat peluang bisnis besar lain. Jika manusia bisa dibuat tergantung hidupnya pada minyak, maka keuntungan mereka akan semakin besar, meski dibandingkan keuntungan yang diberikan oleh bisnis keuangan masih kalah jauh.

Maka mereka membayar Henry Ford (seorang ahli mesin internal combustion berbahan bakar minyak) untuk memproduksi mobil berbahan bakar minyak secara massal sehingga production cost-nya lebih kecil dan bisa dijual dengan harga relatif murah.

Di sisi lain mereka membujuk Thomas Alva Edison untuk menghentikan ambisinya memproduksi mobil berenergi batere (karena akan mengancam bisnis baru mereka) dengan tawaran menjadi bos perusahaan General Electric. Sedangkan untuk urusan produksi minyaknya, mereka mempercayakan pada Rockefeller.

Perusahaan-perusahaan transportasi massal dengan model transportasi berenergi listrik seperti trem mereka beli untuk mereka gantikan modelnya menjadi bus-bus berbahan bakar minyak. Bila ada perusahaan yang melawan, mereka mengerahkan pasukan mafia, pengacara, atau aparat pemerintah yang sudah disuap. Tidak lupa pembunuhan kharakter melalui media massa akan dialami para penentang banker.

Ketika Stanley Meyer, seorang ilmuwan Amerika menemukan alat pengubah air menjadi bahan bakar hidrogen yang murah dan portabel, ia ditangkap, diadili dan terakhir dibunuh.

Sama dengan apa yang telah dilakukan terhadap
Ezra Pound, sastrawan besar penentang dominasi banker kapitalis internasional. Setelah tidak memiliki alasan mengadili Ezra karena pemikirannya, Ezra dijebloskan ke klinik perawatan penyakit jiwa (sastrawan besar yang beberapa muridnya meraih Nobel Sastra dianggap gila?) hingga meninggal dalam tahanan.

Hal yang sama juga menimpa Joko, penemu blue energy dari Indonesia. Dianggap membahayakan kepentingan para kapitalis penguasa bisnis minyak, ia diculik, dibunuh kharakternya melalui media massa dan sekarang harus menghadapi proses pengadilan.

Dan inilah sedikit gambaran keuntungan bisnis para bankir kapitalis di bidang perminyakan. Saat ini konsumsi minyak dunia sekitar 100 juta barrel sehari. Biaya produksi minyak rata-rata katakan saja $20 per-barrel meski sebenarnya lebih kecil. Jika harga minyak dunia, katakan $50 per-barrel, maka produsen minyak mendapat keuntungan $30 per-barrel.

Berarti keuntungan produksi minyak global sehari adalah $30 x 100 juta = $3 miliar atau Rp30 triliun lebih dengan kurs dollar sekarang. Dalam setahun keuntungannya adalah Rp30 triliun x 365 = Rp11.000 triliun. Katakan 50% total keuntungan itu jatuh ke tangan perusahaan-perusahaan minyak dunia milik para banker, maka keuntungan para banker dari produksi minyak adalah Rp5.500 triliun setahun.

Diperlukan ribuan orang Syech Puji (kiai nyentrik yang suka pamer kekayaan dan memperistri anak kecil) untuk menandingi keuntungan para banker itu, dari bisnis minyak saja. Ingat dari bisnis minyak saja, belum bisnis terkait seperti mobil, transportasi, apalagi bisnis pokok mereka.

Sistem perbankan yang berlaku saat ini adalah sistem yang sama dengan sistem perbankan goldsmith, dengan kualitas dan kuantitas yang jauh lebih besar. Contohnya bank kini bahkan tidak perlu lagi mengeluarkan uang kertas atau sertifikat untuk memberikan pinjaman.

Cukup dengan sebuah entry di komputer alias dengan udara kosong (abab istilah Jawanya) maka kredit sudah diberikan. Dan kemudian, para debitor harus membayar dengan darah dan keringat atas abab yang diberikan banker. Jika gagal membayar, harta bendanya disita oleh bankir sebagaimana dialami jutaan debitor sub-prime mortgage di Amerika akhir-akhir ini.

Para bankir internasional saat ini adalah keturunan para goldsmith jaman dahulu. Sebagian besar bank di dunia, termasuk Indonesia, adalah milik para bankir internasional itu.

Pada suatu saat para banker itu bosan dengan tumpukan uang kertas yang menumpuk di gudang mereka setelah sebelumnya persediaan emas dunia kering tersedot ke brankas mereka kecuali sebagian kecil yang dipakai masyarakat sebagai perhiasan.

Mereka ingin pembayaran riel: properti, tanah, emas, asset-asset perusahaan dan sebagainya. Maka mereka menghentikan suplai uang kertas dan menarik yang sudah beredar. Istilahnya kebijakan tight money. Dunia pun mengalami krisis finansial yang merembet ke seluruh sektor ekonomi. Perusahaan-perusahaan bangkrut, debitor-debitor tidak dapat membayar hutangnya, saham perusahaan-perusahaan anjlok.

Saat inilah para bankir itu menjalankan rencananya: memborong perusahaan-perusahaan yang bangkrut, saham-saham perusahaan yang anjlok, dan menyita harta benda debitor yang gagal bayar. Maka dalam waktu singkat terjadi pemindahan kekayaan besar-besaran dari masyarakat ke kas para banker. Dan dalam situasi itu, mereka dengan bersembunyi di balik jubah IMF dan Bank Dunia, datang menawarkan “bantuan” yang sebenarnya berupa kredit berbunga ganda yang mencekik leher dan hanya membuat manusia semakin jatuh dalam cengkeraman kekuasaan mereka.

Hal inilah yang terjadi pada fenomena Depresi Besar tahun 1930-an, Krisis Moneter tahun 1997 dan Krisis Finansial Global saat ini. Bahkan saat ini AMERIKA pun tak luput dari tipu daya segelintir orang tersebut. Amerika Serikat diambang resesi. Dengan utangnya yang mencapai $ 14,3 triliun dollar atau setara dengan 100 persen dari PDB-nya. Persetujuan Kongres tentang kenaikan utang, yang menyelamatkan Amerika Serikat dari gagal bayar (default), tak mendapat sambutan positif di seluruh pasar bursa saham. Nilai perdagangan di bursa saham, semuanya rontok, dan berimbas ke seluruh dunia.

Dunia terbuai oleh ilusi yang ditebarkan para banker melalui artis-artis Hollywood dan Bollywood, Madonna, David Beckham, Manchester United, Tom & Jerry, Naruto, Indonesian Idol, dll. Bahkan anak-anak kecil pun sudah diajari orang tuanya untuk terbuai ilusi Idola Cilik, hingga mengabaikan nasib jutaan rakyat Palestina yang tengah kelaparan karena diblokade Israel atau ribuan rakyat miskin tetangganya yang menderita gizi buruk.

Sumber: situslakalaka.blogspot.com